Teh Manis Part 2
Melanjutkan cerita sebelumnya tentang Teh Manis Part 1. Selang dua bulan kemudian setelah dinyatakan sembuh, sakitku kambuh lagi. Bahkan kali ini lebih serius lagi. Bukan hanya masalah pencernaan tapi sudah komplikasi ke organ lainnya.
Siang itu aku merasa sangat lemas karena selain makannya sedikit, juga mengalami diare tapi disertai darah yang cukup banyak. Darah itu mengalir kayak air. Aku kaget dan ketakutan, jadi langsung bilang ke ibuku. Ketika itu ayahku lagi sholat jumat di masjid. Sambil menunggu beliau pulang, kami pun bersiap-siap untuk ke rumah sakit. Setelah pulang dan diberitahu, ayahku segera pergi mencari kendaraan ke tetangga. Karena perjalanan ke sana perlu waktu sekitar 1 jam lebih, jadi gak mungkin kalau naik sepeda motor, melihat kondisiku yang sudah semakin memburuk.
Sebenernya aku sudah mengalami gejala sekitar 2 minggu sebelumnya, sering demam tinggi setiap malam dan tiba-tiba lemes gak bisa apa-apa. Ku pikir ini cuma demam biasa, jadi hanya diminumin obat penurun panas karena setelah itu memang sehat kembali. Sempet juga diperiksain ke dokter umum dekat rumah, tapi katanya gak papa cuma maghnya kambuh. Kemudian dikasih obat penurun panas, antasid dan antibiotik. Ternyata gak ada perubahan tetep aja gak sembuh. Walaupun sakitnya terbilang serius tapi aku masih bisa bicara, jalan sendiri, sms, telepon dan lain sebagainya, sehingga menurut orang lain aku tampak sehat-sehat saja. Mereka gak tau apa yang sebenernya sedang kualami. Tau-tau udah parah deh.
Sehari sebelum opname, aku sudah periksa ke rumah sakit ini karena kata orang di sini cukup bagus perawatannya. Dari hasil pemeriksaan laboratorium memang sudah jelek prognosisnya, tapi karena hari itu kamar rawat inapnya penuh jadi terpaksa pulang dulu, dengan membawa beraneka ragam obat. Ternyata setelah di rumah malah tambah parah dan akhirnya balik lagi deh.
Sesampainya di rumah sakit, aku langsung dibawa ke ruang IGD dan segera dipasang infus sambil menunggu ortu mengurus administrasi, setelah itu barulah dibawa ke kamar rawat inap, lupa nama ruangannya hehe.
Akhirnya harus mengulang kejadian beberapa bulan yang lalu. Setiap hari harus minum bermacam-macam obat, kemudian ditusuk-tusuk jarum untuk infus dan pemeriksaan lab rutin padahal aku paling takut dengan jarum walaupun sering nyuntik orang haha. Ya begitulah secara psikologis semua orang pasti horror liat jarum suntik. Dan yang paling menyedihkan lagi harus makan bubur nasi putih tawar. Di sini hanya dibolehin makan bubur ini dengan kecap, jadi gak boleh pake lauk ataupun sayur, garam pun gak dikasih. Kucoba makan sesuai instruksi dokter, tapi yang terjadi setiap kali mau makan langsung mual dan muntah. Baru aja mau nyobain sesendok udah langsung kontraksi lambungnya dan ahirnya gak bisa makan apapun.
Lagi-lagi hanya teh manis yang selalu bersahabat. Hanya minuman ini yang masih bisa masuk. Tiba-tiba muncul rasa isengku, yaitu mencoba makan bubur pake teh manis dan ternyata aku bisa makan walaupun cuma beberapa sendok. Tapi lumayanlah daripada sama kecap mending sama tehnya. So setiap hari ibuku kudu nyiapin teh manis untuk minumku sekaligus kuah makan buburnya haha.
Ohya karena kehilangan darah cukup banyak aku juga harus transfusi darah beberapa colf (kantung). Kadar hemoglobin/Hb sempet turun hingga 8 gr%/dl dan itu bakal turun terus kalo gak segera ditransfusi karena perdarahanku belum juga berhenti. Dokterpun heran kenapa kadar Hb ku gak naik-naik walaupun sudah transfusi. Akhirnya terpaksa transfusinya ditambah, gak cuma darah merah tapi juga albumin dan trombositnya juga. Orang tuaku sudah pasrah sama dokter, apapun dan berapapun gak jadi masalah asalkan aku bisa sembuh lagi.
Dengan alasan perdarahan yang gak berhenti-henti, aku gak boleh lagi makan apapun termasuk bubur nasi kecuali susu yang dikasih dari rumah sakit. Tapi ketika dokter bilang seperti itu aku protes haha, kataku gimana kalau kelaparan dok? Dokternya tersenyum dan bilang gak bakal kelaparan karena kalau lapar akan segera diberi susu lagi. Ya Allah kenapa harus mengulang kejadian ini lagi pikirku.
Selama beberapa hari kupatuhi kata-kata dokter tersebut walaupun terpaksa. Hanya susu yang mengisi perutku tak ada makanan lainnya. Hingga setelah kadar Hb-ku stabil, barulah dokter mengijinkanku makan kembali tetapi masih pake nasi bubur bedanya sekarang ada sayur dan lauknya. Ya lagi-lagi karena masih dalam proses penyembuhan, untuk sayur dan lauknya cuma kayak direbus gitu dengan bumbu yang sangat minim, bisa dibilang tawar rasanya. Bener-bener diluar ekspektasiku. Ya masih gak dibolehin yang asin-asin dan pake cabe. Sedihnya lagi, hal itu terus berlanjut hingga beberapa minggu setelah aku balik ke rumah. Makannya dibedain sama orang yang sehat, walaupun kadang-kadang sedikit mencuri makanan yang lain kalo gak ada yang liat hehe. Ya Allah begitu sulitnya untuk mendapatkan sehat kembali.
Aku ingat ada salah satu perawat ada yang pernah bilang, bahwa wajahku sekarang udah lumayan merah dibanding ketika baru datang biru katanya. Aku tertawa dan bertanya benarkah itu? Dan ia mengiyakannya. Untung aja aku gak ngaca waktu itu, jadi gak ada yang perlu diingat-ingat tentang hal itu hehe pasti menakutkan. Dan sekarang Alhamdulillah berangsur-angsur keadaanku semakin membaik dan hasil lab harian juga mulai normal lagi.
Pada hari ke-7 visit dokter yang terakhir beliau mengatakan bahwa virus DBD-nya sudah gak ada dan pencernaanku juga sudah normal, sehingga besok boleh pulang. Aku agak kaget sebenernya, karena selama ini keluargaku gak ada yang memberitahu akan hal itu. Betapa bersyukurnya aku masih bisa selamat dari penyakit ini. Karena kebanyakan kasus DBD yang sudah disertai perdarahan sering berakibat fatal. Dan Alhamdulillah masih diberi kesempatan menikmati hidup kembali. Sekali lagi Allah memberikan pelajaran yang sangat berharga kepadaku tentang arti nikmat sehat dan kesempatan hidup. So jangan mengabaikan alarm tubuh, segera periksa ke ahlinya bila ada keluhan yang kiranya gak bisa kita tangani sendiri. Karena mencegah itu lebih baik dan murah dibanding mengobati. 👍👍👍
Komentar
Posting Komentar