Sebuah Metamorfosa
Kini sudah menjadi bangunan beton dan berlantai keramik. Sebuah perubahan yang sangat kontras dengan awal ketika berdiri. Bukan hanya bangunan tetapi juga sarana dan prasarana serta orang-orang di dalamnya semuanya sudah serba maju dan kekinian.
Walaupun sudah hampir 13 tahun menjadi alumni dari sekolah ini, namun masih begitu jelas kenangan-kenangan yang pernah dilalui di dalamnya. Mulai dari pertama kali menyandang gelar seorang siswa hingga tamat dari tempat ini, semuanya menjadi indah tersimpan dalam memori.
Ruang kelas saat itu masih berdindingkan papan itu pun ada sebagian yang tidak tertutup rapat sampai atas, lantai masih tanah, meja dan kursi memanjang sehingga bisa untuk duduk 3-5 orang. Dalam 1 ruang setidaknya ada 2 kelas, yang hanya berbatas sekat triplek. Satu guru mengajar sekaligus dalam beberapa kelas. Sebuah perjuangan luar biasa bagi mereka saat itu. Namun mereka sangat dihormati semua siswa, wali murid bahkan hingga semua warga kampungku menghormatinya. Begitu tingginya nilai seorang guru kala itu.
Awalnya hanyalah sebuah sekolah harapan yang masih menginduk dari sekolah tetangga desa yang lebih maju. Yang mungkin hanya dipandang sebelah mata oleh sebagian orang. Namun tak ada kata menyerah. Hari demi hari, bulan demi bulan hingga tahun demi tahun, akhirnya menjadi mandiri. Berdirilah SDN 179/1 Ladang Peris yang masih eksis hingga saat ini. Dan sekaligus menjadi hadian terindah bagi kampung kami.
Padahal mereka bukan warga kampung kami, tetapi rela berkorban untuk memajukan dan mencerahkan kampung kami. Setiap hari mereka datang untuk berbagi ilmu dan pengalaman. Mampu mendorong dan menggerakkan masyarakat yang saat itu memandang bahwa pendidikan bukanlah hal yang penting, tapi kini kami pun sadar bahwa pendidikan adalah hal yang sangat dibutuhkan.
Tak terbayang kesulitan mereka saat itu, dimana sulitnya kendaraan untuk berangkat mengajar kami. Terkadang cuaca yang tak bersahabat, jalan raya yang lebih banyak rusaknya ketimbang baiknya, belum lagi nanti harus berhadapan dengan murid-murid yang bertingkah macam-macam, hingga sulitnya menyampaikan pelajaran kepada kami. Begitu tulusnya pengabdian mereka terhadap gelar yang telah disandangnya.
Yang paling ku suka dari sekolah ini adalah keakraban dan kedekatan baik sesama murid, murid ke guru maupun antara guru-guru itu sendiri. Pada waktu itu setiap jam istirahat kami selalu siap bermain di teras atau halaman kelas. Semua kelas berbaur menjadi satu. Permainan-permainan sederhana yang dulu merupakan hal yang istimewa selalu menghiasi hari-hari kami. Semua permainan saat itu selalu bermain dengan alam, melibatkan banyak teman dan peralatan sederhana. Ada yang bermain kelereng, bola, gobak sodor, cak engkleng, bekel, lompat karet/tali, masih banyak lagi yang lainnya. Dan tak jarang guru-guru ikut berpartisipasi dalam permainan kami. Atau hanya sekedar menjadi penonton dalam keriuhan waktu-waktu istirahat.
Komentar
Posting Komentar