Cerita ODAPUS

            Sebagai ODAPUS, pengen berbagi cerita tentang pengalaman pertama kali didiagnosis penyakit Lupus oleh dokter. Pengalaman ini sulit untuk dilupakan. Sebagai manusia biasa, meskipun aku juga orang yang berkecimpung di dunia kesehatan, pada kenyataannya tak bisa serta merta langsung menerima dengan ikhlas. Ada proses penolakan dan penerimaan  secara bertahap.     

Sebelumnya aku pernah mendengar sekilas tentang penyakit Lupus, namun tak pernah mengira akan berhadapan langsung dengannya. Dulu ketika kuliah, ada teman seangkatan namun beda kelas yang terkena penyakit ini dan tak lama kemudian terdengar kabar bahwa beliau tak bisa di selamatkan. Jadi ketika pertama kali didiagnosis penyakit Lupus, hal itu langsung terbersit dalam ingatanku. Bagaimana mungkin aku bisa tenang ketika membayangkan hal tersebut. Seketika hilang semua harapanku, seakan tak ada hari esok lagi.

Harus mendengar diagnosis Lupus dari dokter, benar-benar tak terpernah terbayangkan. Namun itulah kenyataan yang harus kuhadapi saat ini. Aku tanya ke dokter apakah bisa sembuh? kata beliau TIDAK BISA tapi bisa dikendalikan. Apakah aku bisa mengendalikan nantinya? Ah tak berani berharap & bermimpi yang jauh-jauh

Banyak ketakutan mulai menghantui. Rencana membentuk keluarga menjadi menakutkan, apakah pasangan nantinya mau menerima keadaanku. Apakah akan tetap bisa memiliki keturunan yang merupakan dambaan semua pernikahan. Karna pas dengar penyakitku ada yg langsung khawatir dengan kemungkinan sulit memiliki keturunan. Dua hal itu adalah ketakutan terbesarku. Belum lagi ketakutan-ketakutan yang lainnya, bagaimana agar bisa tetap produktif dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari ku nantinya, bagaimana jika penyakitnya tiba-tiba membuat aku tak mampu melakukan aktivitas sehari-hari. Semua ketakutan memenuhi ruang pikiranku. Mungkin tak pernah cukup untuk menuliskan semua ketakutan itu. Harapanku, tak mau merepotkan banyak orang, khususnya kedua orang tuaku ketika aku sakit.  

Aku tak tau harus bercerita ke siapa kala itu. Ketika bekerja merantau jauh dari keluarga, tak mau membuat mereka khawatir. Aku terus merenung, kesalahan apa yang sudah kulakukan sehingga dikasih cobaan seperti ini. Aku terus meratapinya. Ketika teringat apa yang dibilang dokter, air mata langsung jatuh. Ketika ada teman yang bertanya  apa hasil pemeriksaannya, tak bisa berkata jujur, karena kalo mengatakan yang sebenarnya pasti langsung nangis.

Sedikit demi sedikit mulai ku tata hatiku dengan sangat perlahan. Aku mencoba tak meyalahkan keadaan. Apapun yang terjadi saat ini harus kuhadapi. Inilah takdir yang sudah digariskan oleh Allah untukku. Aku harus menerima dan mencari jalan keluar. Akhirnya mulai mencari literature tentang penyakit Lupus melalui artikel-artikel dan Youtube. Mencari semangat melalui cerita para ODAPUS bagaimana bisa melewati hidupnya dengan bertemankan LUPUS. Ya pada akhirnya sampai pada  kesimpulanku bahwa aku harus bisa hidup BERSAHABAT dengan LUPUS. Banyak juga ternyata ODAPUS yang bisa tetap produktif dan hidup dengan bahagia meskipun seumur hidupnya mengalami Lupus. Kuncinya adalah ciptakan pikiran yang tetap positif dan bertindak yang positif juga.

Ya, pada akhirnya aku mau tak mau mulai membuka cerita ke saudaraku dan orang tua melalui telepon. Dengan menahan isak tangis, supaya tak membuat mereka cemas karena memikirkanku. Kemudian satu persatu mulai bercerita ke teman terdekat dan ke pimpinan tempat kerja, karena bagaimanapun aku harus mengkondisikan pekerjaan dengan kesehatanku. Aku tak bisa lagi bekerja ekstra seperti sebelumnya. Hingga akhirnya semua rekan-rekan mengetahui keadaanku. Yang tak kusangka lagi, ternyata mereka semua peduli dengan aku. Mereka kasih dukungan yang luar biasa kepadaku dan banyak membantuku untuk tetap kuat dan semangat.

Ya Allah ternyata inilah yang mau Kau tunjukkan kepadaku. Ternyata Engkau mau menunjukkan betapa besar nikmatMu selama ini, betapa Engkau menyayangiku, betapa orang-orang menyayangiku dibalik ketidaktahuanku selama ini. Terima kasih ya Allah, semoga aku dan para ODAPUS mampu menjalani hidup dengan penuh rasa syukur.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pintu ini Masih Tertutup

Radikal Bebas

Merenung