Membela Diri
Ketika kecil, sering mendengar nasehat dari orang tua bahwa kita harus menjadi manusia yang baik. Sebagai seorang anak yang masih lugu, yang ia pahami dari kata itu adalah bahwa kita tak boleh menyakiti orang lain. Oleh karena itu ia berusaha untuk tidak membuat orang lain kecewa dan sakit hati kepadanya. Begitu ia memperoleh hal yang membuatnya kecewa dan menyakitkan, ia hanya bisa menahan diri untuk tak membalasnya. Karena membalasnya hanya akan menyakiti orang lain. Tapi apa yang terjadi selanjutnya?? Ia terus menerus menahan dan memendamnya dalam hati. Ia tak mengetahui apa yang harus dilakukan.
Waktu terus berjalan, hingga bertahun-tahun bahkan seumur hidupnya melakukan itu. Ia tak menyadari bahwa ia telah mengecewakan dan menyakiti dirinya sendiri selama ini. Hingga pada puncaknya rasa kecewa dan sakit itu berubah menjadi dendam dan BOM waktu yang siap meledak kapanpun. Namun ia masih tak mengetahui kepada siapa dendam ini akan ditujukan. Ia kehilangan kepercayaan diri, hingga akhirnya tak percaya kepada siapapun juga. Ia merasa beban hidupnya terus bertambah dan tak terselesaikan dengan tuntas karena tak memiliki keberanian menghadapi kenyataan hidup.
Andai saja ketika itu orang tuanya memberitahu tentang dua sisi kehidupan yang akan terus saling bertolak, mungkin ia tak kan menerima mentah-mentah nasehat yang diberikan kepadanya. Karena pada kenyataan hidup harus bisa bertahan dan bahkan mungkin bertarung ketika ada ancaman yang datang. Banyak anak yang baik, namun karena kurangnya pemahaman kepada mereka tentang membela diri maka ia slalu menjadi korban dan pada akhirnya ia menyalahkan diri sendiri. Ia bertanya mengapa dirinya terlalu lemah? Mengapa ia tak bisa di depan seperti temannya yg lain? Ia akan slalu kecewa pada dirinya sendiri.
Waktu terus berjalan, hingga bertahun-tahun bahkan seumur hidupnya melakukan itu. Ia tak menyadari bahwa ia telah mengecewakan dan menyakiti dirinya sendiri selama ini. Hingga pada puncaknya rasa kecewa dan sakit itu berubah menjadi dendam dan BOM waktu yang siap meledak kapanpun. Namun ia masih tak mengetahui kepada siapa dendam ini akan ditujukan. Ia kehilangan kepercayaan diri, hingga akhirnya tak percaya kepada siapapun juga. Ia merasa beban hidupnya terus bertambah dan tak terselesaikan dengan tuntas karena tak memiliki keberanian menghadapi kenyataan hidup.
Andai saja ketika itu orang tuanya memberitahu tentang dua sisi kehidupan yang akan terus saling bertolak, mungkin ia tak kan menerima mentah-mentah nasehat yang diberikan kepadanya. Karena pada kenyataan hidup harus bisa bertahan dan bahkan mungkin bertarung ketika ada ancaman yang datang. Banyak anak yang baik, namun karena kurangnya pemahaman kepada mereka tentang membela diri maka ia slalu menjadi korban dan pada akhirnya ia menyalahkan diri sendiri. Ia bertanya mengapa dirinya terlalu lemah? Mengapa ia tak bisa di depan seperti temannya yg lain? Ia akan slalu kecewa pada dirinya sendiri.
Komentar
Posting Komentar