Belajar dari Sebuah Perjalanan

Cerita ini terjadi ketika aku masih kerja di sebuah klinik bersalin di salah satu desa di Jawa Tengah tepatnya bulan Februari 2014. Ini adalah sekelumit cerita tentang pengalaman perjalanan berkunjung ke rumah pasien.

Aku adalah seorang bidan junior, yang masih dalam proses mencari pengalaman-pengalaman baru. Aku bekerja di klinik seorang Bidan desa di Purworejo. Sekitar 1 tahun aku di sana.

Banyak cerita yang telah terjadi. Mulai dari kehidupan keluarga, masyarakat, adat budaya, bahasa, hingga masalah sosial ekonomi. Sebenarnya aku belum banyak turut serta sebagai lakon, mungkin bisa dibilang sebagai observer. Aku hanya sebatas melaksanakan tugas wajibku di klinik. Tapi dari hasil pengamatan sangat banyak hal yang bisa kuambil sebagai pelajaran hidup. Melihat permasalahan langsung dari dekat, khususnya yang berkaitan dengan kesehatan ibu dan anak. Melihat bagaimana para senior mengambil keputusan dan memecahkan masalah di masyarakat, itu membuatku cukup paham apa itu arti pentingnya sebuah komunikasi yang baik.

Setiap ada persalinan, Bidan harus melakukan kunjungan nifas dan neonatus, tujuannya untuk memeriksa perkembangan kesehatan ibu dan bayinya. Tidak hanya sebatas kesehatan fisik seperti asupan nutrisi, kebersihan, penyembuhan luka, proses menetek (pemberian ASI), tetapi juga memberikan dukungan psikologis ke ibu dan keluarga. Pemberian konseling informasi dan edukasi sangat penting serta evaluasi hasilnya. Apakah mereka sudah paham dan benar penerapannya di rumah. Nah saat kunjungan inilah kita bisa sekaligus meng-evaluasinya.

Pada suatu sore terasa badanku pegel-pegel semua, terutama kedua lengan dan kaki di tambah matanya sepet banget. Tadi paginya aku habis kunjungan nifas ke rumah pasien. Rumahnya lumayan jauh, sekitar 30 menit naik motor. Secara geografis juga cukup menantang. Termasuk wilayah pegunungan alias tinggi. Aku cuma diberi ancer-ancer (alamat) rumah pasien oleh Ibu bidanku.

Dengan modal nekat dan berani akhirnya aku cuss, menyusuri jalanan sepi melewati sawah dan perkebunan. Jalannya mantaps banget naik turun, terus banyak tikungan belok-belok dan licin juga. Lengkap sudah pokoknya. Awalnya bolehlah jalannya mulus lancar, tapi pas sudah mendekati rumah target ternyata jalannya lumayan terjal dan masih belum di aspal. Jalannya masih tanah merah di timbun batu gede-gede, ditambah jalanan masih basah karena semalam diguyur hujan jadi licin. Banyak jalanan yang curam dengan kemiringan bisa mencapai 45 derajat. Bagiku cukup menyeramkan.

Dengan kemiringan yang sedemikian rupa, ditambah licinnya jalanan plus berbatu, sungguh luar biasa dan betapa bersyukurnya ketika berhasil melewatinya. Mungkin badannya pegel karena naek motornya tegang banget, sambil boncengin juga. Karena ada adek mahasiswa yang sedang PKL ikut bersamaku.

Nggak bisa bayangin gimana para ibu hamil dan ibu yang mau partus (lahiran) melewati jalan yang kayak gitu, aku yang sehat wal afiat aja udah ngeluh kayak gini. Mereka pasti susah banget dan kesakitan so pasti. Salut sama mereka yang tinggal disana. Perjuangannya patut ditiru.

Emang bener ya kata pepatah "ala bisa karena biasa". Mereka sudah gak ngeluh dengan keadaan yang kayak gitu. Sedangkan orang yang belum pernah kesana atau gak biasa, pasti takut banget mau lewat jalan itu dan bertanya-tanya apa aku bisa atau kalimat apa yang bisa bikin patah semangat, padahal bagi mereka yang tinggal di sana itu justru hal yang menarik.

Setelah ku coba sendiri, akhirnya bisa melewati perjalanan tersebut dengan selamat walaupun tadi sempet mau jatuh karena ada batu yang guling pas ku lewati. Aku bisa merasakan ada rasa puas karena berhasil melawan ketakutan yang gak jelas tadi. Ternyata kalo kita ngelakuin sesuatu harus dengan optimis yang tinggi. Orang lain bisa kenapa kita nggak?? Ya kita pasti bisa kalo bener-bener usaha. Jangan pernah takut mencoba kalo  pengen berhasil. Buktinya tadi aku bisa melewati semuanya, bisa pulang dengan aman. Malahan hal itu bikin aku semakin lincah di jalanan yang kayak gitu, kalo besok-besok harus melewati jalan yang kayak gitu lagi.

Di atas sana gak cuma satu desa yang dengan kondisi seperti itu. Masih ada beberapa desa lagi (masih satu kecamatan dengan tempatku bekerja). Setiap kali habis berkunjung ke rumah pasien yang nun jauh di sana, pasti ada perasaan sedih, heran dan kagum. Sedih karena di sana banyak warga khususnya, ibu dan anak-anak yang memerlukan layanan kesehatan, tetapi harus menempuh perjalanan yang sulit untuk mendapatkannya. Heran karena dalam bayanganku daerah seperti ini hanya ada di luar Jawa, ternyata tidak. Di sini pun aku menemuinya dan bersentuhan secara langsung dengan mereka. Kagum karena setiap desa yang ku kunjungi pasti memiliki kekayaan adat kebiasaan dan budaya tersendiri yang khas, ditambah keramahan mereka dalam menerima kunjungan kami. Perasaan lelah dalam perjalanan hilang seketika, setelah melihat senyuman mereka. Dalam kesederhanaan tetap mengagungkan tamu mereka dengan apa yang mereka miliki.

Pada hakikatnya perjalanan hidup pun seperti melewati jalan tersebut yang nggak semuanya mulus dan lurus.  Kita  harus punya keberanian dan strategi untuk mencapai apa yang ingin dituju.
Semangat !!!....

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pintu ini Masih Tertutup

Radikal Bebas

Merenung